"Siapakah yang wajib ditaati istri?" tanyamu.
Siapakah yang wajib ditaati istri? Tentu saja tidak ada! Bahkan Tuhan pun tak wajib ditaati! Yang ada adalah pihak yang wajib menaati.
Apakah soal logika bahasa sederhana ini perlu dijelaskan lebih lanjut? Tidak! Logika dan bahasa tidak punya keperluan, apalagi kehendak. Kitalah yang perlu memperjelas dan meluruskan kesalahkaprahan dalam logika bahasa ini. Memang ini adalah salah kaprah yang populer, padahal ia sesungguhnya bukanlah "salah sangka yang direncanakan".
Apa yang ingin Anda tanyakan? Sekali lagi, tidak ada! "Apa" berarti benda, dan benda tak punya kesadaran, sehingga mustahil punya keinginan. Lalu apa yang Anda ingin tanyakan? Tentu ada. Mungkin banyak. Bertanyalah kepada orang yang akan memberi jawaban memuaskan dan menguatkan, bukan melemaskan walau memuaskan.
Nah, sekarang, apa yang Anda pikirkan? Saya tidak tahu.
Siapa yang ingin Anda pikirkan? Barangkali pacar Anda. Mungkin juga pengagum rahasia Anda. Yang jelas bukan saya. Untuk apa saya ingin Anda pikirkan? Kita tak saling kenal kok! Namun, kalau Anda ingin memikirkan saya, boleh juga. Saya tak berhak melarang Anda, jika ternyata saya termasuk orang yang Anda ingin pikirkan. Asal jangan membuat klaim yang menyesatkan publik bahwa saya ingin Anda pikirkan.
Apakah Anda masih lajang? Kalau ya, jangan mendadak berhenti membaca ini. Saya tidak akan meneror Anda dengan pertanyaan seperti "kapan menikah?". Tidak. Karena itu bukan pertanyaan terpenting. Syarat pertama dan terutama bagi seseorang yang ingin menikah adalah tersedia dan bersedianya calon.
Jadi, siapa yang Anda ingin (me)-nikahi-(nya)? Boleh jadi ada berapa. Tapi, siapa yang ingin Anda nikahi? Inilah pertanyaan terpenting. Pernikahan terjadi hanya ketika ada sejoli yang saling menginginkan.
Akhirnya, beginilah cara saya menuliskan apa yang ingin, eh, apa yang saya ingin tuliskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar