Kamis, 31 Desember 2015

Punya

Maka terjadilah perbincangan lewat telepon itu. Simaklah dengan cermat.

"Apa kabarmu, pengantin baru? Siang tadi aku bertemu istrimu. Katanya kau punya masalah besar."

"Hahahah... Tumben kau salah menerjemahkan bahasa perempuan. Maksud istriku itu... punyaku besar. Hahahahahah..."

"Bagaimana denganmu? Apakah masalahmu juga besar? Cukup katakan saja. Aku tak perlu fotonya. Hahahah..."

"Aku punya Tuhan dan Tuhanku Mahabesar."

"Hahahahahah... Kau itu ada-ada saja. Aku memang tak mungkin melihat Tuhan. Tapi, sejak kapan kau mempertuhankan punyamu? Bukankah selama ini kau mempersetankannya sehingga kau seolah mengabaikan kesadaran bahwa kita mulai menua?"

"Bukan itu maksudku. Kau terlalu spontan mengambil kesimpulan. Belajarlah serius."

"Lho? Kesimpulanku tadi berdasarkan nalar bahasa. Tuhan bukan punyamu, tapi kaulah punya-Nya. Aku justru belajar darimu soal ini. Bahwa 'orang yang ingin kau ingat' tidak sama dengan 'orang yang kau ingin (meng)ingat(nya)'."

"Hmm... Nalarmu sudah benar tapi belum lengkap. Karena aku berbicara denganmu maka kalimat itu berbunyi demikian. Jika aku berbicara dengan-Nya, maka kalimat itu menjadi 'Aku punya-Mu, dan Engkau Mahabesar'. Kau mengira aku membahas 'milikku', padahal aku membahas 'pemilikku'. Kemenduaan dalam kalimat 'aku punya kamu' memang tak akan ditemui pada bahasa Inggris, sebagaimana kepastian jenis kelamin dari seseorang dalam kata ganti pihak ketiga pada bahasa Inggris tidak kita temui pada bahasa Indonesia. Dan lihatlah, kau mengira bahwa kesalahpahamanmu tadi murni diakibatkan oleh nalar bahasa yang kaku, padahal sesungguhnya itu justru karena nalar egois seorang lelaki, nalar seorang pemilik, plus rasa ingin memamerkan apa yang kau anggap sebagai kemenangan, atau, setidaknya, prestasi membanggakan. Kau perlu belajar tentang 'nalar relasi'. Dengan nalar ini, apa yang kau klaim sebagai 'punyamu' sesungguhnya adalah 'punya kalian'. Kau bahkan berhak menyebutnya sebagai 'Tongkat Pusaka Keluarga'." Hahahahahah...

"Oh ya, satu lagi, ajaklah istrimu belajar bahasa Arab. Kalian harus paham mengapa bahasa Arab memberikan tempat tersendiri kepada 'pasangan' dalam kata ganti ('ganda' diberi tempat tersendiri di antara 'tunggal' dan 'jamak'), kecuali pada kata ganti pihak pertama: 'kami' dan 'kita' berlaku untuk 'ganda' dan 'jamak' sekaligus. Dalam bahasa ini, dua orang yang berpasangan tidak dianggap sebagai 'jamak'. Walau memang tak memberi tempat khusus untuk 'ganda campuran', bahasa Arab benar-benar cermat memahami perbedaan antara internal vs eksternal dengan privat vs publik. Sepasang suami-istri adalah identitas terpisah dari anak dan orangtua/mertua. Sepasang ayah-anak adalah identitas terpisah dari orangtua/pasangan si ayah dan orangtua/pasangan sang anak. Dan seterusnya. Dengan memahami dan menghayati itu, aku berharap kalian berdua akan lebih mudah beradaptasi dengan berbagai peran baru yang sedang dan akan kalian jalani."

Selamat berbahagia dan nikmatilah hidup dan matimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar